Sabtu, 05 September 2020

Mampukah UMKM Bertahan Dimasa Pandemi COVID-19?

 

Antaranews.com

Dampak dari pandemi Covid-19 mempengaruhi hampir seluruh di aspek kehidupan warga Indonesia, termasuk di sektor ekonomi. International Monetary Fund (IMF) bahkan memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini berada di angka -1,0.

Dari kondisi tersebut, salah satu sektor yang sangat terdampak adalah UMKM. Sektor ini juga dinilai paling harus diperhatikan kembali karena 97% lapangan pekerjaan masyarakat Indonesia berada di lingkup sektor ini.

"Sebagian besar warga negara kita pelaku ekonominya di UMKM, walapun kontribusi di PDB baru 60%, tapi mayoritas lapangan pekerjaan warga ada di sektor ini. Untuk itu, perkembangannya selama pandemi harus jadi perhatian," ungkap Asisten Deputi Permodalan Kementerian Koperasi dan UKM RI Viksi dalam webinar “UMKM Tangguh Ekonomi Tumbuh di Era Adaptasi Kebiasaan Baru” yang digelar oleh Bank Indonesia.

Direktur Inovasi dan Korporasi Universitas Padjajaran Diana Sari mengatakan, berdasarkan hasil penelitian Unpad, sebanyak 81% UMKM di Indonesia mengalami gangguan arus kas selama pandemi Covid-19. Bahkan, 50% UMKM telah merumahkan beberapa pegawainya untuk menghemat biaya operasional.

"Bila hingga Agustus tidak ada treatment dari pemerintah, tentunya UMKM akan berada dalam masalah yang sangat besar," ungkapnya.

Meski demikian, di tengah pandemi seperti ini masihkah terdapat UMKM yang tetap bertahan dengan melakukan sejumlah inovasi serta penyesuaian di tengah krisis yang ada. Mereka adalah UMKM yang telah berupaya melakukan digitalisasi pada bisnisnya, baik dalam bidang produksi maupun transaksi.

Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Filianingsih mengatakan, Covid-19 menimbulkan perubahan besar pada pola konsumsi masyarakat. Perubahan tersebut didorong oleh keterpaksaan situasi yang mengharuskan pembeli melakukan transaksi secara digital demi keselamatan diri.

"Pengalaman digitalisasi tersebut akan membentuk perilaku masyarakat baru yang akan terus dibawa hingga pada masa new normal," ungkapnya.

Dia mengatakan, hal tersebut salah satunya tercermin dari peningkatan transaksi e-commerce. Baik dari volume penjualan, jumlah pembeli, hingga jumlah penjual.

Pada Februari-Mei 2020, Filia mencatat adanya kenaikan 44% jumlah pembeli melalui layanan e-commerce. Kenaikan juga terjadi pada jumlah pedagang di e-commerce yang bertambah hingga 15%.

"Pembayaran digital atau digital payment melalui mobile banking, internet banking, dan SMS banking juga terus meningkat," ungkapnya.

Dia mengatakan, integrasi UMKM dengan sistem digital melalui e-commerce adalah hal yang penting untuk dilakukan. Selain itu, para pelaku bisnis UMKM juga harus mulai melek sistem-sistem pembayaran digital yang dikelola oleh para pelaku jasa fintech.

Hal senada juga disampaikan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Dia mengatakan, selain harus dapat melakukan digitalisasi, UMKM pun harus memiliki diverisifikasi produk dan pasar agar dapat tetap bertahan di tengah krisis.

"Pasca Covid ini menujukan bahwa barangsiapa yang dekat dengan teknologi maka hidupnya akan lebih mudah. Sementara yang jauh memang akan lebih susah," ungkapnya.

"Maka sebisa mungkin lakukan diversifikasi produk dan pasar. Kalau produk A bermasalah, maka produk B bisa bertahan dan mensubsidi pemasukan," kata dia.

Ridwan Kamil juga mengusahakan agar para pelaku bisnis UKM dapat menyertakan keterangan standar keamanan atau kesehatan produknya. Pasalnya, saat ini masyarakat dinilai akan cenderung lebih selektif dalam memilih produk yang aman demi kesehatan.

"Semua produk harus ada standar keamanannya terutama kesehatan. Covid-19 ini mengajarkan kita untuk senantiasa berkolaborasi dan berinovasi agar pasokan terus terjamin," kata dia.

 

Sumber: Ayobandung.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar