Sumber: Google |
Sebastian Salang, seorang pendiri Forum Masyarakat Peduli
Parlemen Indonesia (Formappi), memberikan apresiasinya atas keberanian Mukhamad Misbakhun, yang membuka
'pemidanaan politik' yang dialaminya atas tuduhan Misbakhun korupsi di bawah rezim era Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY).
"Misbakhun
cukup berani menuangkan pengalamannya itu di dalam bukunya. Karena buku itu
akan akan beredar ke publik. Artinya Misbakhun
akan bisa mempertanggungjawabkan dan dan membuktikan bila dipertanyakan,"
kata Sebastian, ketika dihubungi wartawan.
"Itu artinya dalam era demokrasi, ternyata praktik
pembungkaman terhadap orang berbeda pendapat, terhadap yang ingin ungkap kasus
tertentu yang terkait penguasa masih terjadi. Padahal seharusnya di alam
demokrasi, hal itu tak boleh dilakukan," tegas Sebastian.
Oleh Karena itu, belajar dari pengalaman kasus Misbakhun, Sebastian mengatakan bahwa hal itu membuktikan
perangkat hukum ternyata masih bisa dijadikan sebauh alat penguasa menghantam
lawan politik.
Dalam posisi seperti itu, wajar bila publik merasa aparat tak
bisa mengungkapkan keadilan. "Kalau dibiarkan maka akan mengancam
demokrasi," katanya.
Proses Peninjauan Kembali (PK), kasus Misbakhun dibebaskan oleh Mahkamah Agung (MA), yang berarti
tudingan bahwa Misbakhun korupsi
tidak benar dan masih ada celah kecil bagi munculnya keadilan. Walau kemudian
di sisi lain, kata Sebastian, kita tak bisa memungkiri ada penegak hukum yang
masih bisa diintervensi.
"Semoga semakin banyak orang yang berani mengungkapkan
seperti dalam kasus Misbakhun sehingga
keadilan semakin bisa kita perjuangkan," tandasnya.
Di dalam bukunya, Misbakhun
menceritakan bagaimana dia bersikeras tidak melihat ada setitik alasanpun,
berdasarkan logika keadilan hukum dan hak-hak kewarganegaraan, untuk
menandatangani dokumen penangkapannya saat itu.
"Apa yang dilakukan terhadap diri saya akan menjadi
noktah hitam perjalanan pemerintahan Presiden SBY," tegas Misbakhun.